Sabtu, 07 Mei 2016

Kredit Macet

Makalah Hukum Bisnis

Kredit Macet
Untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah Hukum bisnis


Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Faisal Santiago, SH., MM


Disusun Oleh :
Nama : Indana Nadya Zulva
Nim : 15700039













Kata Pengantar

Puji syukur saya ucapkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas Berkat dan Rahmat-Nya saya dapat menyusun makalah yang berjudul “Kredit Macet” untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Bisnis.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak terlepas dari bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung mau pun tidak langsung. Oleh karena itu dalam kesempatan ini kamimengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Faisal Santiago,SH,MM selaku dosen mata kuliah Hukum Bisnis yang telah membimbing saya dalam penulisan makalah ini.
Saya menyadari dalam penyusunan makalah ini, masih banyak kekurangan baik dari segi bahasa maupun isi sehingga saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan dan untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Akhir kata saya berharap agar makalah ilmiah tentang Hukum Bisnis ini dapat bermanfaat. Saya mengucapkan terima kasih kepada pembaca yang mempergunakan makalah ini sebagai acuan.







Jakarta, Maret 2016


Indana Nadya Zulva




Daftar Isi

Kata Pengantar ............................................................................................ii
Daftar Isi ......................................................................................................iii

Bab I Pendahuluan .......................................................................................1
1.1. Latar belakang ........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................... 2

Bab II Isi...................................................................................................... 3
2.1 Pengertian Kredit……........................................................................... 3
2.2 Pengertian Kredit Macet…………........................................................ 3
2.3 Kredit Macet yang diatur dalam UU Perbankan…………....………….4
2.4 Kredit Macet yang diatur dalam UU Perseroan Terbatas………………6


Bab III Penutup ........................................................................................... 8
3.1 Kesimpulan ............................................................................................8
3.2 Saran .....................................................................................................8
Daftar pustaka ............................................................................................9




 BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang

Sebenarnya terdapat banyak sekali penyebab kredit macet. Kredit macet dapat terjadi dari segi internal maupun eksternal.

Salah satu penyebab internalnya adalah dari pihak bank yang kurang memperhatikan 5c, yaitu :

o   Character adalah data tentang kepribadian dari calon pelanggan seperti sifat-sifat pribadi, kebiasaan-kebiasaannya, cara hidup, keadaan dan latar belakang keluarga maupun hobinya. Character ini untuk mengetahui apakah nantinya calon nasabah ini jujur berusaha untuk memenuhi kewajibannya dengan kata lain ini merupakan willingness to pay.

o   Capacity merupakan kemampuan calon nasabah dalam mengelola usahanya yang dapat dilihat dari pendidikannya, pengalaman mengelola usaha (business record) nya, sejarah perusahaan yang pernah dikelola (pernah mengalami masa sulit apa tidak, bagaimana mengatasi kesulitan). Capacity ini merupakan ukuran dari ability to play atau kemampuan dalam membayar.

o   Capital adalah kondisi kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan yang dikelolanya. Hal ini bisa dilihat dari neraca, laporan rugi-laba, struktur permodalan, ratio-ratio keuntungan yang diperoleh seperti return on equity, return on investment. Dari kondisi di atas bisa dinilai apakah layak calon pelanggan diberi pembiayaan, dan beberapa besar plafon pembiayaan yang layak diberikan.

o   Collateral adalah jaminan yang mungkin bisa disita apabila ternyata calon pelanggan benar-benar tidak bisa memenuhi kewajibannya. Collateral ini diperhitungkan paling akhir, artinya bilamana masih ada suatu kesangsian dalam pertimbangan-pertimbangan yang lain, maka bisa menilai harta yang mungkin bisa dijadikan jaminan.

o   Condition, pembiayaan yang diberikan juga perlu mempertimbangkan kondisi ekonomi yang dikaitkan dengan prospek usaha calon nasabah. Ada suatu usaha yang sangat tergantung dari kondisi perekonomian, oleh karena itu perlu mengaitkan kondisi ekonomi dengan usaha calon pelanggan.





Sedangkan dari pihak nasabah adalah

1.  Nasabah tidak kompeten
2.  Nasabah tidak atau kurang pengalaman
3.  Nasabah kurang memberikan waktu untuk usahanya
4.  Nasabah tidak jujur
5.  Nasabah serakah

Bila dilihat dari segi eksternal

Akibat perubahan pada external environment diidentifikasi penyebab timbulnya kredit bermasalah, seperti perubahan-perubahan political dan legal environment, deregulasi sektor riil, finansial dan ekonomi menimbulkan pengaruh yang merugikan kepada seorang debitur. Perubahan tersebut merupakan tantangan terus menerus yang dihadapi oleh pemilik dan pengelola perusahaan. Satu kunci menuju pengelolaan sukses dari suatu usaha adalah kemampuan mengantisipasi suatu perubahan dan cukup fleksibel dalam mengelola usahanya. Problem loan akan timbul oleh external environment sebagai akibat gagalnya pengelola dengan tepat mengantisipasi dan menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut, seperti:

1.  Kondisi perekonomian
2.  Perubahan-perubahan peraturan
3.  Bencana alam


1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah kredit macet diatur dalam UU Perbankan
2.  Bagaimanakah kredit macet diatur dalam UU Perseroan Terbatas

1.3 Tujuan Pembahasan
1. Agar mengetahui apa saja yang diatur didalam UU Perbankan mengenai kredit macet
2. Agar mengetahui apa saja yang diatur dalam UU Perseroan Terbatas mengenai kredit macet




BAB II
ISI


2.1. Pengertian Kredit

Arti kata “ kredit”yang berasal dari bahasa Yunani “ credere” yang berarti kepercayaan akan kebenaran dalam praktek sehari – hari .
Pengertian Kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian atau mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji, pembayaran akan dilaksanakan pada jangka waktu yang telah disepakati.
Pengertian kredit yang lebih mapan untuk kegiatan perbankan di Indonesia telah dirumuskan dalam Undang – Undang Pokok Perbankan No. 7 Tahun 1992 yang menyatakan bahwa kriteria adalah penyediaan uang / tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan / kesepakatan pinjam meminjam antara pihak bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melaksanakan dengan jumlah bunga sebagai imbalan.
Dalam praktek sehari – hari pinjaman kredit dinyatakan dalam bentuk perjanjian tertulis baik dibawah tangan maupun secara materiil. Dan sebagai jaminan pengaman, pihak peminjam akan memenuhi kewajiban dan menyerahkan jaminan baik bersifat kebendaan maupun bukan kebendaan.
Sebenarnya sasaran kredit pokok dalam penyediaan pinjaman tersebut bersifat penyediaan suatu modal sebagai alat untuk melaksanakan kegiatan usahanya sehingga kredit ( dana bank ) yang diberikan tersebut tidak lebih dari pokok produksi semata.




2.2. Pengertian Kredit Macet

Dalam paket kebijakan deregulasi bulan Mei tahun 1993 (PAKMEI 1993), di Indonesia dikenal dua golongan kredit bank, yaitu kredit lancar dan kredit bermasalah. Di mana kredit bermasalah digolongkan menjadi tiga, yaitu kredit kurang lancar, kredit diragukan, dan kredit macet. Kredit macet inilah yang sangat dikhawatirkan oleh setiap bank, karena akan mengganggu kondisi keuangan bank, bahkan dapat mengakibatkan berhentinya kegiatan usaha bank.
Kredit macet atau problem loan adalah kredit yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya faktor-faktor atau unsur kesengajaan atau karena kondisi di luar kemampuan debitur.
Suatu kredit digolongkan ke dalam kredit macet bilamana:
  • ·      Tidak dapat memenuhi kriteria kredit lancar, kredit kurang lancar dan kredit diragukan; atau
  • ·      Dapat memenuhi kriteria kredit diragukan, tetapi setelah jangka waktu 21 bulan semenjak masa penggolongan kredit diragukan, belum terjadi pelunasan pinjaman, atau usaha penyelamatan kredit; atau
  • ·      Penyelesaian pembayaran kembali kredit yang bersangkutan, telah diserahkan kepada pengadilan negeri atau Badan Urusan Piutang Negara (BUPN), atau telah diajukan permintaan ganti rugi kepada perusahaan asuransi kredit.


Sejak krisis keuangan yang berlanjut dengan krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997, penyelesaian kredit macet bank-bank di Indonesia ditangani oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Berkaitan dengan kasus kredit macet di Indonesia Menko Ekuin, Kwik Kian Gie mengatakan bahwa sampai saat ini jumlahnya sudah mencapai Rp 600 trilyun. Menurut hemat kami hal ini tampaknya lebih disebabkan karena faktor kesengajaan. Betapa tidak, sebagian besar dana kredit yang dimiliki bank disalurkan kepada debitur kelompok usahanya sendiri, yang disebut perusahaan terafiliasi.


Dimana dalam penyalurannya kurang atau mungkin tidak didasarkan pada studi kelayakan (feasibility study), dan bahkan besarnya kredit yang mereka ajukan jumlahnya telah di ‘mark up’ terlebih dahulu. Sebagai contoh adalah Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) dan Bank Umum Nasional (BUN), yang masing-masing secara berurutan menyalurkan 90,7% dan 78,4%  untuk kepentingan kelompok usahanya sendiri.


2.3. Kredit Macet yang diatur dalam UU Perbankan

Menurut pasal 1 angka 11 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (UU Perbankan), Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Pasal 8 ayat (1) UU Perbankan selanjutnya mengatur bahwa dalam memberikan kredit, Bank wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Pasal 29 ayat (3) UU Perbankan selanjutnya mengatur bahwa dalam memberikan kredit, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank.

Penjelasan pasal 8 UU Perbankan menyebutkan bahwa untuk memperoleh keyakinan atas itikad, kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari Nasabah Debitur, yaitu si perusahaan penerima kredit tersebut.

Selanjutnya dalam pasal 8 ayat (2) UU Perbankan diatur bahwa Bank wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Penjelasan pasal ini menyatakan bahwa ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia mencakup:

1.      pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis;
2.      bank harus memiliki keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan Nasabah Debitur yang antara lain diperoleh dari penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari Nasabah Debitur;
3.      kewajiban bank untuk menyusun dan menerapkan prosedur pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah;
4.      kewajiban bank untuk memberikan informasi yang jelas mengenai prosedur dan persyaratan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah;
5.      larangan bank untuk memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dengan persyaratan yang berbeda kepada Nasabah Debitur dan atau pihak-pihak terafiliasi;
6.      penyelesaian sengketa

Jadi, perlu dilihat apakah dalam pemberian kredit tersebut telah ditempuh prosedur sebagaimana diatur dalam Undang-Undang dan kebijaksanaan perkreditan tersebut. Apabila ternyata dalam pemeriksaan ditemukan bahwa dalam pemberian kredit prosedur yang ada tidak dilakukan dengan benar, maka pengurus bank tersebut dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana. Hal ini sesuai dengan pasal 49 ayat (2) UU Perbankan:

Anggota Dewan Komisaris, Direksi atau pegawai bank yang dengan sengaja:
a)   meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui untuk menerima suatu imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan, uang atau barang berharga, untuk keuntungan pribadinya atau untuk keuntungan keluarannya, dalam rangka mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi orang lain dalam memperoleh uang muka, bank garansi, atau fasilitas kredit dari bank, atau dalam rangka pembelian atau pendiskontoan oleh bank atas surat-surat wesel, surat promes, cek, dan kertas dagang atau bukti kewajiban lainnya, ataupun dalam rangka memberikan persetujuan bagi orang lain untuk melaksanakan penarikan dana yang melebihi Batas kreditnya pada bank;


b)   tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah)."

Pasal 1 angka 22 UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (UU No. 1/2004) disebutkan bahwa Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun 
lalai.

Saat ini masih terjadi perdebatan mengenai bagaimana menentukan kerugian keuangan negara. Pasal 1 angka 22 UU No. 1/2004 memang menyatakan bahwa kerugian negara harus memenuhi unsur-unsur “yang nyata dan pasti jumlahnya”, namun dalam praktik putusan-putusan hakim berbeda-beda mengenai pembuktian unsur-unsur tersebut. Perbedaan tersebut tercermin dalam dua putusan berikut:

1.      Dalam putusan kasus korupsi pada Sisminbakum (Sistim Administrasi Badan Hukum) Kemenhukham dengan terdakwa Romli Atmasasmita, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam pertimbangan mengakui angka pasti kerugian negara belum ada, tetapi majelis yakin ada kerugian negara dalam kasus Sisminbakum. Majelis hakim dapat menentukan kerugian negara, tandas majelis dalam pertimbangannya. Pengadilan tingkat pertama memvonis Romli dua tahun penjara.

2.      Dalam putusan kasus korupsi pada Bank Mandiri dengan terdakwa tiga mantan direksi bank BUMN tersebut, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam pertimbangan berpendapat secara substansi Bank Mandiri tidak mengalami kerugian sehingga negara juga tidak dirugikan. Pendapat majelis ini mengacu pada definisi kerugian negara dalam pasal 1 butir 22 UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, yang mensyaratkan adanya kerugian negara yang benar-benar nyata. Kendati dibebaskan di tingkat pertama, namun di tingkat kasasi para mantan direktur Bank Mandiri divonis 10 tahun penjara.

Dari putusan-putusan di atas maka dapat kiranya kami simpulkan bahwa ada-tidaknya kerugian keuangan negara tidak mutlak bersifat nyata dan pasti jumlahnya, karena ada-tidaknya kerugian keuangan negara dapat ditentukan/dihitung majelis hakim selama persidangan.




Dasar hukum:
1.      Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
2.      Undang-UndangNo. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara


2.4. Kredit Macet yang diatur dalam UU Perseroan Terbatas
Persoalan pertanggungjawaban pemegang saham perseroan terbatas pada mulanya merupakan masalah yang kontroversial, karena tanggung jawab pemegang saham dalam perseroan terbatas tidak boleh lebih dari nilai saham yang diambilnya, sebagaimana tertuang dalam Pasal 3 ayat (1) UU No.1/1995 (UUPT). Akan tetapi dalam keadaan tertentu tabir pemisah antara perseroan terbatas dan para pemegang saham dapat disingkap oleh hakim (piercing the corporate veil) sesuai dengan Pasal 3 ayat (2) jo. Pasal 110 UUPT. Pemegang saham dapat bertanggung jawab secara tidak terbatas atau terbatas adalah melalui suatu proses pemeriksaan di pengadilan. Hakim akan menentukan apakah pemegang saham perseroan terbatas melanggar norma Pasal 3 ayat 2 UUPT. Proses pengadilan inilah yang akan membuktikan apakah ada piercing the corporate veil pada PT bank apabila terjadi likuidasi PT bank akibat kredit macet dan asset yang ada tidak mencukupi untuk membayar kepada kreditur.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif. Terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan dalam penyelesaian pertanggungjawaban pemegang saham PT bank, yaitu pertama, menggunakan hukum perusahaan melalui mekanisme piercing the corporate veil, dan kedua, melalui hukum perbankan. Apabila terbukti pemegang saham secara langsung atau tidak langsung menyebabkan PT bank mengalami kebangkrutan maka pemegang saham dapat bertanggung jawab secara pribadi. Namun apabila tidak terbukti tetapi PT bank tetap bermasalah, pemegang saham pengendali PT bank secara pribadi tetap dapat dituntut untuk bertanggung jawab atas dasar pernyataan kesanggupan pemegang saham pengendali sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 9 hurup a angka 4) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2004 dan Pasal 25 ayat (2) hurup c PBI Nomor 5/25/PBI/2003. Dengan demikian, pemegang saham PT bank dapat dituntut pertanggungjawaban secara pribadi walaupun tidak ada piercing the corporate veil.


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
           Kredit Macet sebenarnya bisa dihindari bila kita dapat memperhatikan hal-hal yang detailnya. Baik dari pihak bank maupun dari pihak nasabah. Kedua belah pihak ini harus berusaha menjalankan tugasnya dengan baik agar terhindar dari kredit macet tersebut.

3.2 Saran
Menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, kedepannya saya akan lebih fokus dan detail menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat dipertanggung jawabkan.
Saran yang ingin saya berikan terhadap pembahasan makalah diatas, harap lebih teliti dalam melakukan segala hal agar terhindar dari hal-hal yang negatif.


Daftar Pustaka






5. Santiago, Faisal.2012. Pengantar Hukum Bisnis. Jakarta:Mitra Wacana Media